PERJANJIAN ROEM-ROJEN
Mohammad Roem dan Dr. J.H. van Roijen merupakan dua nama wakil
delegasi antara Indonesia dan Belanda yang menandatangani sebuah persetujuan. Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut, maka
akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan, yang kemudian dikenal
dengan nama “Roem-Royen Statements”.
Dewan Keamanan LBB telah
mengeluarkan sebuah resolusi pada tanggal 1 Agustus 1947 yang berkenaan
dengan permasalahan Agresi Militer Belanda ke-1, sebagai berikut:
Dewan Keamanan menyerukan kepada kedua pihak:
a. Segera menghentikan tindakan-tindakan perrnusuhan dan;
b. Menyelesaikan sengketanya dengan arbitrasi atau dengan cara damailainnya
dan senantiasa memberitahukan kepada DewanKeamanan untuk kemajuan dari
usahanya”.
Atas dasar resolusi tersebut maka akhirnya konflik bersenjata antara
pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Belanda, dapat segera diakhiri
melalui jalur diplomasi, yakni dengan digelarnya Perundingan Roem-Roijen pada
tanggal 14 April 1949, dimana dari pihak Indonesia dipimpin oleh Mr.
Mohammad Roem dan dari pihak Belanda oleh Dr. J.H. van Roijen, atas
prakarsaUNCI (United NationsCommission for Indonesia) di HotelDes Indes
Jakarta. Pada saat itu atasanjuran pihak UNCI diadakan pertukaran pernyataan
yang disebutdengan “van Roijen-Roem Statements” atau “Persetujuan RoemRoijen” mengenai penyerahan daerah Ibukota Yogyakarta kepadaPemerintah
Republik Indonesia.
Pada saat itu BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) juga menyatakan
pendapatnyabahwa soal pertama secara keseluruhan harus dianggap sebagai
masalahbangsa Indonesia saja, oleh sebab itu maka masalah tersebut harus
menjadi prioritas untuk dibahas terlebih duludalam suatu Konferensi InterIndonesia sebelum persoalan itu dibicarakandalam Konferensi Meja Bundar
(KMB).Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tanggal 7 Mei 1949 dalam
sebuah rapatyang diadakan oleh BFO, memutuskan:
1) Menganggap perlu membicarakan kerangka dasar Tata NegaraIndonesia
Serikat diantara sesama bangsa Indonesia dalam sebuahKonferensi InterIndonesia sebelum KMB.
2) Masalah-masalah yang menyangkut penyerahan kedaulatan dansegala sesuatu
yang berhubungan dengan itu, termasuk soal statusUni Belanda-Indonesia
secara resmi akan dilakukan dalam KMB(Konferensi Meja Bundar) yang akan
datang.
Sebagai tindak lanjut dari Persetujuan Roem-Roijen tersebut, maka pada
tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan formal antara pihak Republik
Indonesia, pihak BFO, dan pihak Pemerintah Belanda di bawah pengawasan
Komisi Liga Bangsa-Bangsa, yang dipimpin oleh Mr. Critchley dari Negara
Australia. Adapun hasil perundingan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24
Juni 1949. Keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda pada
tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TRI
menguasai keadaan sepenuhnya daerah itu
b) Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya
pemerintahan RI ke Yogyakarta
c) Konferensi Meja Bundar diusulkan akan diadakan di Den Haag
KONFERENSI INTER INDONESIA
Berdasarkan hasil Perjanjian Roem-Royen pada tahun 1949, Pemerintah Republik Indonesia dan BFO selaku anggota dari Republik Indonesia Serikat (RIS) akan bertemu kembali dengan Kerajaan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar untuk membicarakan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia.
Untuk mempersiapkan diri sebagai sebuah front bersatu, Ide Anak Agung Gde Agung dari BFO mengundang Republik Indonesia untuk menyamakan posisi antara kelompok federalis dan republikan di Konferensi Meja Bundar nanti. Konferensi Inter-Indonesia terjadi sebanyak dua kali, pertama di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949, dan yang kedua di Batavia pada tanggal 20-22 Juli 1949.
Konferensi Inter Indonesia adalah konferensi yang berlangsung antara Negara Indonesia dengan Negara-negara boneka/Negara bentukan Belanda yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag). Awalnya BFO diharapkan oleh Belanda untuk mempermudah mengusai Indonesia kembali. Namun sikap Negara- Negara dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya kepada Indonesia untuk yang kedua kalinya. Karena simpati dari Negara-negara BFO membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia, BFO juga turut berjasa atas terselenggaranya Konferensi Inter Indonesia. Hal itu lah yang melatarbelakangi Konferensi Inter Indoneisa di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949.
Konferensi Inter Indonesia banyak membahas konsep dan teknis pembentukan RIS. Konferensi Inter-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
- Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
- RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
- RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
- Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
- Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Setelah berhasil menyelesaikan
masalahnya sendiri dalam Konferensi
Inter-Indonesia maka bangsa
Indonesia secara keseluruhan
menghadapi Konferensi Meja
Bundar. Konferensi ini dilaksanakan
pada 23 Agustus-2 November 1949
di Den Haag, Negeri Belanda.
Untuk menghadapi Konferensi Meja
Bundar, dibentuk delegasi Republik
Indonesia pada 11 Agustus 1949, yang
terdiri dari Moh. Hatta (ketua), Moh.
Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena,
Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda,
Sukiman, Mr. Sujono Hadinoto, Sumitro
Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim
Pringgodigdo, Kolonel T. B. Simatupang
dan Mr. Muwardi. Delegasi BFO
dipimpin oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak. Konferensi menghasilkan
keputusan sebagai berikut.
1. Belanda mengakui Republik
Indonesia Serikat sebagai negara
yang merdeka dan berdaulat.
2. Status Keresidenan Irian Barat
diselesaikan dalam waktu setahun
sesudah pengakuan kedaulatan.
3. Akan dibentuk Uni IndonesiaBelanda berdasarkan kerja sama
suka rela dan sederajat.
4. Republik Indonesia Serikat
mengembalikan hak milik
Belanda dan memberikan hakhak konsesi dan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
5. Republik Indonesia Serikat
harus membayar semua utang
Belanda sejak 1942.
|
Suasana KMB di Deen Haag Belanda |
Selanjutnya, pada 27 Desember
dilaksanakan upacara penandatanganan
akta penyerahan kedaulatan di Indonesia
hasil Konferensi Meja Bundar. Penyerahan
kedaulatan ini dilakukan di ruang tahta
Amsterdam. Penandatanganan akta
penyerahan kedaulatan dilakukan
oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri,
Willem Drees, Menteri Seberang Lautan
A.M.J.A. Sasseu, dan Moh. Hatta.
Pada saat yang sama, di Jakarta, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink
di Istana Merdeka menandatangani
naskah penyerahan kedaulatan.
Dengan penyerahan kedaulatan itu,
secara formal Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia dan kekuasaan
negara Indonesia di seluruh bekas wilayah
Hindia Belanda, kecuali Irian Barat yang
akan diserahkan setahun kemudian.