Cari Blog Ini

Kamis, 08 April 2021

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA PART I

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara
Sumatera, sekitar Kota Lhokseumawe , Aceh Utara Provinsi Aceh, Indonesia saat ini.
Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silu, yang bergelar Sultan Malik asSaleh, sekitar tahun 1267.

Keberadaan Kerajaan Samudera Pasai tercantum dalam kitab Rihlah ila lMasyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368),
musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Beberapa sejarahwan
juga memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja
Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan
emas dan perak dengan tertera nama rajanya.

Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Kerajaan
Samudera Pasai berturut turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan
perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya seperti Ma Huan dan Fei
Xin.

Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi
andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga
perak 1 tahil. Dalam perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai
alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang
dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.

Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh
Hindu dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan
Tomé Pires,telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat
Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran,
perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam
di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri
Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

  • Kehidupan Eknomi
Kehidupan Eknomi masyakarat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan dengan
perdagangan dan pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan Samudera Pasai
yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran dunia saat itu. Samudra
Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai – Arab –
India – Cina. Samudra Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan
untuk menambah perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus masalah
perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri, dan
menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.

  • Kehidupan Sosial-Budaya
Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti terjadinya
perubahan aliran Syiah menjadi aliran Syafi’i di Samudera Pasai ternyata mengikuti
perubahan di Mesir. Pada saat itu di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari
Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran syafi’i dalam perkembangannya di Pasai menyesuaikan dengan adatistiadat
setempat sehingga kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam
dengan adat istiadat setempat.


  • Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
  1. Cakra Donya adalah sebuah lonceng yang berbentuk stupa buatan negeri Cina pada tahun 1409 M.
    Ukurannya tinggi 125cm sedangkan lebarnya 75cm. Pada bagian luar Cakra Donya
    terdapat beberapa hiasan serta simbol-simbol kombinasi aksara Cina dan Arab. Aksara
    Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo, sedangkan aksara Arab sudah
    tidak terbaca lagi.

  2. Makam Sultan :  Makam Sultan Malik Al-Shaleh,  Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir,  Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah,  Makam Teungku Peuet Ploh Peuet,  Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah) 
  3. Stempel Kerajaan Samudra Pasai Naskah Surat Sultan Zainal Abidin adalah  Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir oleh Tim peneliti Sejarah
    Kerajaan Islam. Di temukan Desa Kuta Krueng, Kec Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
    Saat ditemukan stempel dalam keadaan patah pada bagian gagangnya.

  4. Mata Uang  Dirham 

KERAJAAN ACEH


BERDIRINYA KERAJAAN ACEH

Melihat banyak negeri di semenanjung Sumatera sudah berada di bawah kekuasaan portugis, Ali Mughayat Syah mempunyai tekad untuk mengusir Portugis.  Dengan tekad itulah, Sultan Ali Mughayat Syah memproklamirkan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1511 M. Kerajaan Aceh Darussalam berhasil membangun kebudayaan yang tinggi di kawasan Kepulauan Nusantara serta Kerajaan Aceh Darussalam menjadikan Islam menjadi dasar dari negaranya. 

SULTANAH KERAJAAN ACEH

Sepanjang riwayat Kesultanan Aceh Darussalam sejak diproklamirkan berdirinya Kerajaan Aceh hingga kepemimpinan para sultanah menurut Prof Ahwan, mengutip pada Harun Tucer dalam Osmanlinin Gelgesyide Biz Uzakdogu Deobet Ace tercatat telah berganti 12 Sultan, diantaranya:

1. 1496-1528 Ali Mughayat Syah
2. 1528-1537 Salahuddin
3. 1537-1568 Alauddin al Kohar
4. 1569-1575 Husein Ali Riayat Syah
5. 1575-1576 Sri Alam
6. 1576-1577 Zaenal Abidin
7. 1577-1589 Alauddin Mansyur Syah
8. 1589-1596 Buyung
9. 1596-1604 Alauddin Riayat Syah
10. 1604-1607 Ali Riayat Syah
11. 1607-1636 Iskandar Muda
12. 1636-1641 Iskandar Tsani


MASA KEJAYAAN KERAJAAN ACEH

Kekuasaan Aceh yang paling menguntungkan dalam hal ekspansi wilayah menurut Beaulieu adalah pada masa Sultan Iskandar Muda. Ia mampu melebarkan kekuasaanya dari timur, barat bahkan negara di semenanjung Melayu. Di sebelah timur, ia mampu melakukan ekspansi ke Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Di sebelah barat, ia menguasai Daya, Labu, Singkel, Barus, Bataham, Pasaman, Padang, Tiku dan Priaman. Sedangkan negara di semenanjung Melayu yang dikuasainya meliputi Johor,Kedah, Pahang dan Perak. Sultan Iskandar Muda mampu membentuk Kerajaan Aceh Darussalam menjadi kerajaan yang paling kuat di Nusantara bagian barat. Keberhasilan tersebut di dukung oleh persenjataan dan kekuatan militer yang baik. 

SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN ACEH

Dalam pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam, mereka mengggunakan sistem permusyawaratan. Terdapat tiga balai permusyawaratan dalam kerajaan, dintaranya:
1. Bairung Sari yaitu tempat yang digunakan untuk berkumpulnya empat hulubalang (pembantu sultan di daerah), tujuh alim ulama dan para menteri dalam merundingkan sistem pemerintahan.
2. Balai Gading yaitu tempat yang digunakan untuk berkumpulnya delapan hulubalang, tujuh alim ulama dan para menteri dalam berunding.
3. Majelis Mahkamah Rakyat, majelis ini beranggotakan wakil rakyat yang berjumlah 173 dan 73 wakil mukim berunding.

Dalam masa Sultan Alauddin Al Qahhar, masyarakat dibagi menjadi dua kelompok yaitu berdasarkan sukee atau kaom. Orang yang berdarah Batak disebut sukee atau kaom lhee reutoih, sedangkan orang Hindu disebut kaom imeum peut dan orang pendatang disebut kaom tok bate. Langkah Sultan Alaiddin Al Qahhar dalam membagi masyarakat berdasarkan sukee atau kaom menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai peranan penting dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Sehingga tidak ada lagi perbedaan orang Batak, Hindu maupun pendatang. Semua masyarakat mempunyai peran penting dalam kerajaan.

Kerajaan Aceh Darussalam dalam hal perundang-undangan memiliki sistem yang disebut Adat Meukota Alam. Undang-undang ini dijadikan sebagai acuan dari pembuatan undang-undang di kerajaan lain. Kerajaan menjadikan Islam sebagai dasar Negara dan sebagai Qanun Meukuta Alam. Menurut A.C Milner, Kerajaan Islam seperti Aceh dan Banten merupakan Kerajaan Islam di Nusantara yang paling menonjolkan hukum Islam sebagai dasar kerajaan mereka.
 
Kerajaan Aceh Darussalam terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah sagi dan wilayah pusat. Wilayah sagi terbagi menjadi wilayah yang lebih kecil lagi seperti distrik. Wilayah distrik terbagi lagi atas mukim dan wilayah mukim terbagi menjadi gampong-gampong. Dalam wilayah sagi dikepalai oleh panglima sagi atau hulubalang besar yang bergelar teuku, sedangkan wilayah distrik dikepalai oleh hulubalang yang bergelar datuk.

Ketika Agama Islam sudah mengakar di Kerajaan Aceh Darussalam, peran saudagar muslim dalam menyebarkan Agama Islam digantikan oleh ulama pada saat itu. Mereka memegang pengaruh yang sangat tingggi di kerajaan. Ulama bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurus persoalan
keagamaan dalam kerajaan. Mereka membantu sultan sebagai penasehat kerajaan, baik dari hal agama sampai ekonomi dan politik.

JATUHNYA KERAJAAN ACEH

Setelah meninggalnya Sultan Iskandar Tsani, Kerajaan Aceh Darussalam mengalami krisis suksensi pergantian sultan. Pada awalnya Sultan Iskandar Tsani dan Tajul Alam Syafiyatuddin Syah tidak mempunyai keturunan putera mahkota. Sehingga, istri dari Sultan Iskandar Tsani diusulkan menjadi raja. Perdebatan mengenai kepemimpinan perempuan di kalangan beberapa kelompok yang setuju dengan kelompok yang tidak setuju akan kepemimpinan perempuan terjadi dengan waktu yang lama. Pada akhirnya Syekh Nuruddin ar-Raniry menegaskan hukum mengenai dibolehkanya perempuan untuk menjadi pemimpin. Selama pengangkatan keempat sultanah, terjadi konflik penolakan di antara kelompok yang kontra terhadap kepemimpinan perempuan. Protes dari pihak oposisi mencapai klimaksnya pada masa Sultanah Keumalat Syah, sehingga dari pihak yang menentang kepemimpinan perempuan dapat menggulingkan kepemimpinan sultanah dan berakhir pula pemerintahan Kerajaan Aceh. 















Tidak ada komentar:

SOAL PENILAIAN AKHIR TAHUN (SEMESTER GENAP) SEJARAH INDONESIA KELAS XI

1) Untuk menguasai kawasan Asia Pasifik Jepang menyerang pangkalan Amerika, dikawasan Asia Pasifik. Peristiwa penyerangan Jepang terhadap pa...