KERAJAAN SINGASARIPendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok.Asal usul Ken Arok tidak
jelas.Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari
Desa Pangkur (sebelah timur Gunung Kawi).Para ahli sejarah menduga ayah
Ken Arok seorang pejabat kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan
strateginya cukup tinggi.Hal itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa.Pada
mulanya Ken Arok hanya merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel
bernama Tunggul Ametung. Ken Arok setelah mengabdi di Tumapel ingin
menduduki jabatan akuwu dan sekaligus memperistri Ken Dedes (istri
Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat yang jitu, Ken Arok
dapat membunuh Tunggul Ametung.Setelah itu, Ken Arok mengangkat
dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan memperistri Ken Dedes yang saat itu
telah mengandung. Ken Arok kemudian mengumumkan bahwa dia adalah
penjelmaan Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken
Arok dapat diterima secara sah oleh rakyat sebagai seorang pemimpin.
Tumapel pada waktu itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri
yang diperintah oleh Raja Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin
memberontak, tetapi menunggu saat yang tepat. Pada tahun 1222 datanglah
beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan kepada Ken Arok
karena tindakan yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken Arok
menerima dengan senang hati dan mulailah menyusun barisan,
menggembleng para prajurit, dan melakukan propaganda kepada rakyatnya
untuk memberontak Kerajaan Kediri.
Setelah segala sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit
Tumapel menuju Kediri.Di daerah Ganter terjadilah peperangan
dahsyat.Semua prajurit Kediri beserta rajanya dapat dibinasakan. Ken Arok
disambut dengan gegap gempita oleh rakyat Tumapel dan Kediri.
Selanjutnya, Ken Arok dinobatkan menjadi raja.Seluruh wilayah bekas
Kerajaan Kediri disatukan dengan Tumapel yang kemudian disebut Kerajaan
Singasari.Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian timur, di sebelah Gunung
Arjuna.
Kehidupan politik pada masa Kerajaan Singasari dapat kita lihat dari
raja-raja yang pernah memimipinya.Berikut ini adalah raja-raja yang pernah
memimpin Kerajaan Singasari.
1. Ken Arok (1222–1227).
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja
Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.Munculnya
Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti
baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun
1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok).
Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa– Buddha.
2. Anusapati (1227–1248).
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh
ke tangan Anusapati.Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama,
Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut
dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke
Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa
Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke
Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta
sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya,
secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.Dengan demikian,
meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari
dipegang oleh Tohjoyo.Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak
lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas
kematian ayahnya.Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya,
Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki
singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan
gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa
Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar
Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan
kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama
Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud
mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari.Pada tahun
1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi
Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena
mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara.Ia naik takhta pada
tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam
pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i
hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan
gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot
dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria
Wiaraja.
Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke
daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal
dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan
Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan patung Amogapasa ke
Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara.Tujuannya untuk menguasai
Selat Malaka.Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura
(Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku).Kertanegara juga menjalin hubungan
persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan
kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol.Kublai Khan menuntut rajaraja di
daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang
dipertuan.Kertanegara menolak dengan melukai utusannya yang bernama
Mengki.Tindakan Kertanegara ini membuat Kublai Khan marah besar dan
bermaksud menghukumnya dengan mengirikan pasukannya ke Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk
menghadapi serangan Mongol, maka Jayakatwang menggunakan
kesempatan untuk menyerangnya.Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya -
Raja terakhir Kerajaan Kediri. Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari
dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah
selatan merupakan pasukan inti.Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin
langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan
Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera
beserta pembesarpembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Raden
Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil menyelamatkan diri dan menuju
Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria
Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya
mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan
sebidang tanah yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal usul
Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai
oleh Jayakatwang.Ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari.Sesuai
dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai
Siwa-Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya
dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang,
Surabaya.
Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat
memberi keterangan secara jelas kehidupan perekonomian rakyat
Singasari.Akan tetapi, berdasarkan analisis bahwa pusat Kerajaan Singasari
berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga bahwa rakyat
Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor
pertanian.Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah
sehingga menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama
tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu
lintas perdagangan dari wilayah pedalaman dengan dunia luar.Dengan
demikian, perdagangan juga menjadi andalan bagi pengembangan
perekonomian Kerajaan Singasari.
Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa
prasasti, candi, dan patung. Candi peninggalan Kerajaan Singasari, antara
lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Singasari. Adapun patung-patung
yang berhasil ditemukan sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari,
antara lain Patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita lambang dewi
kesuburan dan Patung Kertanegara sebagai Amoghapasa.
Rakyat Singasari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman
Ken Arok sampai masa pemerintahan Wisnuwardhana.Pada masa-masa
pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial masyarakat sangat
terjamin.Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial masyarakat
Singasari kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta
perlindungan kepada Ken Arok ataskekejaman rajanya.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat
mulai terabaikan.Hal itu disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam
hingga melupakan pembangunan kerajaan.
Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah
Wisnuwardhana naik takhta Singasari.Kemakmuran makin dapat dirasakan
rakyat Singasari setelah Kertanegara menjadi raja.Pada masa pemerintahan
Kertanegara, kerajaan dibangun dengan baik.Dengan demikian, rakyat dapat
hidup aman dan sejahtera.
Dengan kerja keras dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara
ingin menyatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari
tercapai juga walaupun belum sempurna. Daerah kekuasaannya, meliputi
Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka,
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
- MASA KEJAYAAN KERAJAAN SINGASARI
Puncak kejayaan Kerajaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan
Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.Kertanegara berhasil melakukan
konsolidasi dengan jalan menempatkan pejabat yang memiliki kemampuan
sesuai dengan bidang tugasnya.Raja tidak segan-segan untuk mengganti
pejabat yang dipandang kurang berkualitas.Selain itu, raja juga melakukan
persahabatan dengan kerajaan-kerajaan besar, salah satunya dengan
Kerajaan Campa.Berkat politik pemerintahan yang dijalankan Kertanegara,
Singasari berkembang menjadi salah satu kerajaan terkuat di Nusantara, baik
dl bidang perdagangan maupun militer.
- RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singasari mengalami keruntuhan oleh dua sebab utama,
yaitu tekanan luar negeri dan pemberontakan dalam negeri.Tekanan asing
datang dari Khubilai Khan dan Dinasti Yuan di Cina.Khubilai Khan
menghendaki Singasari untuk menjadi taklukan Cina.Sebagai orang yang
mengambil gelar sebagai maharajadiraja, tentu Kertanegara
menolaknya.Penolakan itu disampaikan dengan cara menghina utusan
Khubilai Khan yang bernama Meng-chi.Sejak itu konsentrasi Kertanegara
terfokus pada usaha memperkuat pertahanan lautnya.Di tengah usaha
menghadapi serangan dari Kekaisaran Mongol, tiba-tiba penguasa daerah
Kediri yang bernama Jayakatwang melakukan pemberontakan.Kediri
sebagai wilayah kekuasaan terakhir Wangsa Isana, memang berpotensi
untuk melakukan pemberontakan.Sebetulnya Kertanegara telah
memperhitungkannya, sehingga mengambil menantu Ardharaja, anak
Jayakatwang.Akan tetapi langkah Kertanegara ternyata tidak efektif.Pada
tahun 1292 Jayakatwang menyerbu ibukota dan berhasil membunuh
Kertanegara serta menguasai istana sehingga runtuhlan Kerajaan Singasari.
- PENINGGALAN KERAJAAN SINGASARI
1. Candi Singosari
|
Candi Singosari |
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak
pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna.
Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti
Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini
merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang
Kertanegara, yang mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana
diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat
dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.
2. Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak.Candi ini
cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut
cerita setempat karena tersambar petir.Relief-relief Kunjarakarna dan
Pancatantra dapat ditemui di candi ini.Sengan keseluruhan bangunan candi
ini tersusun atas bahan batu andesit.
3. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di
Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini
merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat
Buddha pada masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah
karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan
inilah yang memberi nama Candi Rawan.
4. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar.Menurut
penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke
wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan
letak kotaraja Singhasari.
5. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian
belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi
Jago dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
6. Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa
Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa
lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun
1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja
Singhasari.
Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu
yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di
dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali
ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi
penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di
Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
7. Prasasti Singasari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah
dan ditulis dengan Aksara Jawa. Prasasti ini ditulis untuk mengenang
pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh
Mahapatih Gajah Mada.Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan
tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda
angkasa.Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai
pariwara pembangunan sebuah caitya.
8. Candi Jawi
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan -
Kecamatan Prigen dan Pringebukan.Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat
pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan
tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari,
Kertanegara.Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi
Singhasari.Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang
merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
9. Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari.Candi
ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja
kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 -
1248).Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari
perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan
Mpu Gandring.
KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1528
M ini, mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk,
yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Sumber sejarah Majapahit dari Nagarakertagama, Pararaton dan Babad. Sejarah Majapahit disebutkan dalam kitab Pararaton dan
Nagarakertagama diawali dengan pembukaan hutan Tarik oleh Raden Wijaya
yang terletak di Delta Sungai Brantas, peristiwa tersebut terjadi pada tahun
1293. Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling
kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa di Tiongkok.
Ia mengirim utusan ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa
kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan
mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke
Jawa tahun 1293.
Kertarajasa Jayawardhana atau disebut
juga Raden Wijaya nantinya adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja
Majapahit pertama yang memerintah pada tahun 1293-1309. Setelah pemberontakan Jayakatwang. Raden Wijaya melarikan diri dari
kejaraan para pasukaan Jayakatwang, dan pada saat itu juga Raden Wijaya
mencari perlindungan dari Aria Wiraraja yang masih setia pada kerajaan
Majapahit, pada saat Raden Wijaya datang, penyambutan yang sangat baik
dilakukan oleh Wiraraja, ketika penjamuan makan ada sebuah dialog panjang
yang dilakukan oleh Wiraraja dengan Raden Wijaya. Pada
saat yang bersamaan juga Jawa diserang pasukan Mongol pada 1292 – 1293 yang
ingin membalas dendam atas pengusiran utusan Mongol yang dilakukan oleh
kertanegara pada 1289. Tidak menyadari perincian politik Jawa, mereka dibujuk
oleh putra Kertanegara yaitu Raden Wijaya untuk membantunya mengulingkan
pangeran Kediri yaitu Jayakatuwang. Setelah Kediri dikalahkan dan Jayakatwang
berhasil dibunuh, Raden Wijaya meminta izin pulang ke Majapahit dengan alasan
untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Mongol, tanpa ada rasa curiga sedikitpun
panglima Mongol mengizinkan bahkan para panglima memberikan pengawal dua orang perwira dan dua ratus prajurit untuk mengawal Raden Wijaya. Para
pengawal Mongol yang mengawal ke Majapahit semuanya dibunuh oleh pasukan
Majapahit dan Raden Wijaya kemudian menyerang orang Mongol yang sedang
berkubu di Daha dan Canggu mabuk-mabuk mengadakan pesta kemenanggan,
pasukan Monggol terdesak dan mundur kelaut dalam kejaraan pasukan
Majapahit. Raden Wijaya kemudian memindahkan ibukota ke Trowulan, mendirikan
kerajaan Majapahit dan mengambil nama Kertarajasa Jayawardhana.
- Perkembangan dan Raja-Raja Majapahit
1. Kertarajasa
Raden Wijaya atau Kertarajasa sebagai raja pertama Majapahit menikmati hasil-hasil dari ekspedisi yang dikirimkan oleh Singasari, salah satunya Ekspedisi Pamalayu. Perjalanan ini memperoleh hasil yang gemilang baik secara materi maupun pengakuan kekuasaan dari wilayah-wilayah yang jauh. Kertarajasa mengangkat pengikut-pengikutnya menjadi pembesar kerajaan. Nambi menjadi rakryan mapatih, Sora menjadi rakryan apatih di Daha, Wenang menjadi amanca nagara di Tuban, Lawe menjadi Adipati Datara. Penunjukan ini ternyata berbuah buruk bagi kerajaan, masing-masing figur menyatakan ketidakpuasan atas penunjukkan itu. Misalnya Lawe yang tidak menyukai Nambi sebagai mahapatih karena menganggap dirinya dan Sora lebih berbakti dan berbuat banyak.
Seorang tokoh kerajaan bernama Mahapati, mengabarkan kepada raja bahwa Rangga Lawe hendak memberontak. Konflik ini adalah awal dari kekacauan selama dua puluh tahun awal kerajaan berdiri. Kebo Anabrang yang merupakan panglima kerajaan berhasil membunuh Lawe, namun kemudian dibunuh oleh Sora yang tidak terima atas kematian sahabatnya. Atas prakarsa dari Mahapati, Sora disingkirkan dari kerajaan setelah bertempur melawan raja dalam tahun 1298-1300 M. Sementara Nambi, memilih menjauhi kekuasaan karena mengetahui dia adalah sasaran dari konflik selanjutnya. Ia izin karena Wiraraja, ayahnya tengah sakit dan pergi ke Lumajang. Perjuangan Kertarajasa untuk mempertahankan keseimbangan kerajaan sangat sulit, sampai akhirnya wafat pada tahun 1309 M dan digantikan oleh putranya Jayanagara.
2. Jayanagara
Jayanagara merupakan putra mahkota dari Kertarajasa, sehingga menjadi haknya untuk bertahta ketika ayahnya wafat. Jayanagara seringkali dicap sebagai raja yang kurang cakap, namun alasan utama banyaknya guncangan di masa pemerintahannya adalah serangkaian pemberontakan yang terus berlanjut. Salah satunya akibat masih eksisnya Mahapati dalam lingkaran kerajaan. Nambi yang berduka atas kematian Wiraraja pada 1311, tidak mau kembali ke Majapahit dan membuat kedudukannya di Pajarakan. Pajarakan kemudian diserbu pada 1316, Nambi dan keluarganya dibunuh. Pemberontakan Semi terjadi pada 1318, dan Pemberontakan Kuti terjadi ada 1335. Keduanya adalah dharmmaputra atau pejabat yang diberi anugerah raja. Atas prakarsa Gajah Mada di Badander, Jayanagara berhasil selamat dan Kuti dapat dibunuh. Raja juga membunuh Mahapati setelah menyadari fitnahnya yang menyebabkan konflik berkepanjangan untuk mengamankan posisi patih amangkubhumi. Gajah Mada diangkat sebagai patih Kahuripan, dan kemudian patih Daha. Hubungan dengan Cina kembali membaik, utusan dari Majapahit datang setiap tahun pada periode 1325-1328 M. Jayanagara wafat dibunuh oleh Tanca, salah satu dharmmaputra yang merupakan seorang tabib ketika diminta mengoperasi penyakitnya.
3. Tribhuwanotunggadewi Jayawisnuwarddhani
Jayanagara tidak berputra, oleh karena itu ia digantikan oleh adik perempuannya yang telah menjadi Bhre Kahuripan. Pada masa ini pemberontakan juga masih terjadi yaitu Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Keduanya mampu ditumpas oleh Gajah Mada, sebagai hadiahnya ia diangkat menjadi Patih Hamangkubhumi. Gajah Mada menyambutnya dengan mengucapkan Sumpah Palapa, yang merupakan mimpi politik untuk menyatukan Nusantara. Artinya, Gajah Mada akan menolak semua anugerah raja atas pencapaiannya sebelum ia berhasil menyatukan seluruhnya di bawah Majapahit. Salah satu peristiwa dalam sikap ini adalah penaklukan Bali pada tahun 1343, melalui pertempuran yang hebat dan memakan daya yang sangat besar. Tribhuwana memerintah selama dua puluh dua tahun sampai dengan tahun 1350, di mana putra mahkotanya Hayam Wuruk telah cukup umur untuk menggantikannya sebagai raja Majapahit. Tribhuwana sendiri wafat pada tahun 1372.
4. Hayam Wuruk
Hayam Wuruk dianggap sebagai raja yang membawa Majapahit pada masa kebesarannya dibantu oleh mahapatih Gajah Mada. Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan berhasil menaklukkan wilayah-wilayah sebagai lanjutan dari perluasan cakrawala mandala Majapahit ke Nusantara Timur, sampai dengan wilayah semenanjung Malaya. Hayam Wuruk berupaya meningkatkan kesejahteraan penduduknya, seperti membuat bendungan, saluran pengairan, dan pembukaan tanah baru untuk pertanian. Keharmonisan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada hanya berlangsung selama tujuh tahun, setelah pada tahun 1357 terjadi peristiwa Bubat. Hayam Wuruk yang hendak memperistri Dyah Pitaloka, putri Kerajaan Sunda ternyata ditafsirkan berbeda oleh Gajah Mada. Gajah Mada menginginkan pernikahan sebagai bentuk takluk terhadap Majapahit, Sunda menolak. Perbedaan pendapat ini berbuah pada konflik yang menewaskan seluruh rombongan Kerajaan Sunda. Gajah Mada kemudian mengundurkan diri dari jabatan mahapatih, meskipun aktif lagi beberapa tahun kemudian.
Pada masa kekuasaannya, Hayam Wuruk juga mengunjungi beberapa wilayah kekuasaannya, yang dicatatkan dalam kitab Nagarakrtagama. Perjalanan ini dimulai dari Pajang (1351), Lasem (1354), Pantai Selatan (1357), Lumajang (1359), Tirib dan Sempur (1360), Blitar (1361), dan Simping (1363). Pada akhir kunjungan ini, Hayam Wuruk mengunjungi Gajah Mada yang dikabarkan tengah sakit yang kemudian wafat pada tahun 1364. Kehilangan besar bagi Majapahit, yang baru digantikan oleh Gajah Enggon menjadi Patih Amangkubhumi tiga tahun kemudian. Hayam Wuruk masih memerintah sampai dengan 1389 ketika wafat, dan digantikan oleh menantunya Wikramawarddhana.
5. Wikramawarddhana dan Pergantian Singkat Kekuasaan Majapahit
Wikramawarddhana atau Bhre Hyang Wisesa adalah keponakan sekaligus menantu Hayam Wuruk yang kawin dengan Kusumawarddhani. Meskipun seharusnya Kusumawarddhani yang menjadi raja, karena ia adalah putri mahkota Majapahit. Wikramawarddhana sendiri memerintah selama dua belas tahun (1389-1400), dan kemudian mengundurkan diri untuk menjadi pendeta. Suhita, putranya ditunjuk untuk menggantikannya.
Keputusan ini langsung menimbulkan sengketa antara Wikramawarddhana dan Bhre Wirabhumi hingga terjadi peperangan. Perang ini bahkan dicatat dalam berita Cina Dinasti Ming, serta catatan perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Bhre Wirabumi terbunuh, dan Suhita dapat kembali bertahta sampai dengan wafat tahun 1447. Suhita digantikan oleh adiknya Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya karena tidak memiliki putra. Kertawijaya wafat pada tahun 1451, kemudian digantikan oleh Bhre Pamotan bergelar Sri Rajasawarddhana yang kemudian memindahkan kedudukannya di Keling-Kahuripan karena kondisi pusat kerajaan yang masih dikacaukan oleh perseteruan keluarga yang sebelumnya.
6. Girindrawarddhana, Raja-Raja Terakhir Majapahit
Dyah Suryawikrama Girindrawarddhana menaiki tahta kerajaan setelah tiga tahun Majapahit mengalami kekosongan kekuasaan (interregnum). Ia adalah anak dari Kertawijaya yang sebelumnya memerintah daerah Wengker, memerintah selama sepuluh tahun sebelum digantikan oleh putranya Bhre Pandan Salas/Dyah Suryaprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Konflik kemudian kembali muncul ketika Bhre Kertabhumi menyerbu Majapahit untuk mengambil kekuasaan. Kertabhumi adalah putra bungsu Rajasawarddhana. Bhre Pandan Salas kemudian menyingkir ke Daha dan memerintah sampai 1474. Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya menggantikannya namun berkedudukan di Keling, karena pusat kerajaan masih dikuasai oleh Kertabhumi.
Masa Kejayaan Majapahit berada pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, terutama ketika Hayam Wuruk masih dibantu oleh Gajah Mada sebagai mahapatih (1350-1357). Pada masa ini cakrawala mandala Majapahit mencakup wilayah yang sangat luas. Menjangkau Tumasik, Semenanjung, hingga Nusantara Timur. Pada masa Hayam Wuruk juga ditingkatkan kesejahteraan masyarakat meliputi perbaikan irigasi, pembukaan tanah pertanian, dan pembuatan bendungan. Hayam Wuruk pada masa kekuasaannya juga mengunjungi wilayah-wilayah di sekitar pusat kekuasaan Majapahit untuk memastikan kehidupan masyarakat berlangsung dengan baik.
- Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Beberapa pendapat menyatakan bahwa Majapahit telah runtuh sejak tahun 1478, ketika Ranawijaya menjadi raja namun tetap berkedudukan di Keling-Kahuripan (Kadiri). Sementara Kertabhumi yang menduduki Majapahit tidak tercatat mengangkat diri sebagai raja Majapahit. N.J. Krom berpendapat bahwa Wangsa Girindra adalah keluarga baru dari Kadiri yang merebut Majapahit dari Wangsa Rajasa.
Di sisi lain, berita Dinasti Ming masih mencatat hubungan antara Cina dan Jawa sampai dengan tahun 1499. Rui de Brito, Gubernur Portugis di Malaka pada tahun 1514 bersurat pada Raja Manuel bahwa ada dua raja kafir di Jawa yaitu Sunda dan Jawa. Kemudian Duarte Barbosa, penulis Italia yang menyatakan bahwa tahun 1518 ada raja kafir yang berkuasa di Jawa.
Kedua tulisan ini menyimpulkan bahwa sampai dengan abad ke XVI kerajaan Majapahit masih ada. Meskipun beberapa saat kemudian, beredar nama Pati Unus sebagai penguasa Jawa. Pati Unus adalah penguasa kerajaan Demak (1518-1521). Hal ini dapat dipahami sebagai luluh lantaknya kekuasaan Majapahit dalam ekspansi Demak pada tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat lain, berkuasanya Demak tidak lain adalah lanjutan dari sengketa antara Kertabhumi dan Ranaijaya. Karena dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, Raden Patah menyatakan keturunan dari Prabu Brawijaya Kertabhumi.
- Peninggalan Kerajaan Majapahit
1. Situs Trowulan
Trowulan adalah kawasan kepurbakalaan di wilayah Mojokerto, Jawa Timur. Situs ini dikaitkan sebagai keraton Majapahit yang terdiri atas beberapa bangunan penting seperti Candi Tikus, Gapura Bajang Ratu, Makam Troloyo, Candi Menak Jingga, Kolam Segaran, dan beberapa bangunan lainnya yang dicitrakan sebagai kediaman mewah yang hanya dihuni oleh bangsawan.
2. Candi (Sukuh, Cetho, & Jabung)
Majapahit memiliki banyak peninggalan Candi yang dianggap sebagai bentuk penegasan eksistensi dan keperluan upacara keagamaan. Misalnya Candi Sukuh (1437), Candi Cetho, dan Candi Jabung.
3. Kitab (Sutasoma, Nagarakrtagama, Pararaton)
Kerajaan Majapahit memiliki bangsawan-bangsawan kerajaan yang mencatat segala peristiwa yang terjadi. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh bangsawan Cina yang mencatat setiap aktivitas kerajaan untuk keperluan meninggalkan sejarah dan membangun citra yang baik dari setiap masa. Sutasoma dan Arjunawiwaha (Mpu Tantular), Nagarakrtagama (Mpu Prapanca), dan Pararaton adalah kitab-kitab terkemuka yang muncul pada masa kerajaan Majapahit.
4. Arsitektur
Sumbangsih yang berkelanjutan dari Majapahit adalah tetap adanya model arsitektur pendopo, bangunan atap susun, dan komplek keraton-masjid-lapangan-pasar meskipun kerajaan yang eksis setelah Majapahit bercorak Islam. Keraton Demak, Masjid Kudus, dan Keraton Kasepuhan Cirebon adalah contoh bangunan kerajaan Islam yang muncul dengan model arsitektur Hindu-Majapahit.
5. Legitimasi Politik
Tidak sedikit bangsawan setelah era Majapahit melegitimasikan kekuasannya sebagai keturunan Majapahit. Raden Patah mengklaim sebagai keturunan dari Prabu BraRaden Wijaya Kertabhumi, yang berhasil merebut kota Majapahit dari Prabu RanaRaden Wijaya. Sementara Gerakan nasionalisme Indonesia juga merujuk pada kejayaan Majapahit dan SriRaden Wijaya. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dirujuk dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.