Cari Blog Ini
Senin, 08 Februari 2021
Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang Di Bidang Ekonomi dan Sosial
KERAJAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA BAGIAN 3
- AWAL BERDIRINYA KERAJAAN
- KEHIDUPAN POLITIK
- KEHIDUPAN EKONOMI
- KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
- MASA KEJAYAAN KERAJAAN SINGASARI
- RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASARI
- PENINGGALAN KERAJAAN SINGASARI
Candi Singosari |
KERAJAAN MAJAPAHIT
- AWAL MULA BERDIRINYA
- Perkembangan dan Raja-Raja Majapahit
1. Kertarajasa
Raden Wijaya atau Kertarajasa sebagai raja pertama Majapahit menikmati hasil-hasil dari ekspedisi yang dikirimkan oleh Singasari, salah satunya Ekspedisi Pamalayu. Perjalanan ini memperoleh hasil yang gemilang baik secara materi maupun pengakuan kekuasaan dari wilayah-wilayah yang jauh. Kertarajasa mengangkat pengikut-pengikutnya menjadi pembesar kerajaan. Nambi menjadi rakryan mapatih, Sora menjadi rakryan apatih di Daha, Wenang menjadi amanca nagara di Tuban, Lawe menjadi Adipati Datara. Penunjukan ini ternyata berbuah buruk bagi kerajaan, masing-masing figur menyatakan ketidakpuasan atas penunjukkan itu. Misalnya Lawe yang tidak menyukai Nambi sebagai mahapatih karena menganggap dirinya dan Sora lebih berbakti dan berbuat banyak.
Seorang tokoh kerajaan bernama Mahapati, mengabarkan kepada raja bahwa Rangga Lawe hendak memberontak. Konflik ini adalah awal dari kekacauan selama dua puluh tahun awal kerajaan berdiri. Kebo Anabrang yang merupakan panglima kerajaan berhasil membunuh Lawe, namun kemudian dibunuh oleh Sora yang tidak terima atas kematian sahabatnya. Atas prakarsa dari Mahapati, Sora disingkirkan dari kerajaan setelah bertempur melawan raja dalam tahun 1298-1300 M. Sementara Nambi, memilih menjauhi kekuasaan karena mengetahui dia adalah sasaran dari konflik selanjutnya. Ia izin karena Wiraraja, ayahnya tengah sakit dan pergi ke Lumajang. Perjuangan Kertarajasa untuk mempertahankan keseimbangan kerajaan sangat sulit, sampai akhirnya wafat pada tahun 1309 M dan digantikan oleh putranya Jayanagara.
2. Jayanagara
Jayanagara merupakan putra mahkota dari Kertarajasa, sehingga menjadi haknya untuk bertahta ketika ayahnya wafat. Jayanagara seringkali dicap sebagai raja yang kurang cakap, namun alasan utama banyaknya guncangan di masa pemerintahannya adalah serangkaian pemberontakan yang terus berlanjut. Salah satunya akibat masih eksisnya Mahapati dalam lingkaran kerajaan. Nambi yang berduka atas kematian Wiraraja pada 1311, tidak mau kembali ke Majapahit dan membuat kedudukannya di Pajarakan. Pajarakan kemudian diserbu pada 1316, Nambi dan keluarganya dibunuh. Pemberontakan Semi terjadi pada 1318, dan Pemberontakan Kuti terjadi ada 1335. Keduanya adalah dharmmaputra atau pejabat yang diberi anugerah raja. Atas prakarsa Gajah Mada di Badander, Jayanagara berhasil selamat dan Kuti dapat dibunuh. Raja juga membunuh Mahapati setelah menyadari fitnahnya yang menyebabkan konflik berkepanjangan untuk mengamankan posisi patih amangkubhumi. Gajah Mada diangkat sebagai patih Kahuripan, dan kemudian patih Daha. Hubungan dengan Cina kembali membaik, utusan dari Majapahit datang setiap tahun pada periode 1325-1328 M. Jayanagara wafat dibunuh oleh Tanca, salah satu dharmmaputra yang merupakan seorang tabib ketika diminta mengoperasi penyakitnya.
3. Tribhuwanotunggadewi Jayawisnuwarddhani
Jayanagara tidak berputra, oleh karena itu ia digantikan oleh adik perempuannya yang telah menjadi Bhre Kahuripan. Pada masa ini pemberontakan juga masih terjadi yaitu Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Keduanya mampu ditumpas oleh Gajah Mada, sebagai hadiahnya ia diangkat menjadi Patih Hamangkubhumi. Gajah Mada menyambutnya dengan mengucapkan Sumpah Palapa, yang merupakan mimpi politik untuk menyatukan Nusantara. Artinya, Gajah Mada akan menolak semua anugerah raja atas pencapaiannya sebelum ia berhasil menyatukan seluruhnya di bawah Majapahit. Salah satu peristiwa dalam sikap ini adalah penaklukan Bali pada tahun 1343, melalui pertempuran yang hebat dan memakan daya yang sangat besar. Tribhuwana memerintah selama dua puluh dua tahun sampai dengan tahun 1350, di mana putra mahkotanya Hayam Wuruk telah cukup umur untuk menggantikannya sebagai raja Majapahit. Tribhuwana sendiri wafat pada tahun 1372.
4. Hayam Wuruk
Hayam Wuruk dianggap sebagai raja yang membawa Majapahit pada masa kebesarannya dibantu oleh mahapatih Gajah Mada. Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan berhasil menaklukkan wilayah-wilayah sebagai lanjutan dari perluasan cakrawala mandala Majapahit ke Nusantara Timur, sampai dengan wilayah semenanjung Malaya. Hayam Wuruk berupaya meningkatkan kesejahteraan penduduknya, seperti membuat bendungan, saluran pengairan, dan pembukaan tanah baru untuk pertanian. Keharmonisan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada hanya berlangsung selama tujuh tahun, setelah pada tahun 1357 terjadi peristiwa Bubat. Hayam Wuruk yang hendak memperistri Dyah Pitaloka, putri Kerajaan Sunda ternyata ditafsirkan berbeda oleh Gajah Mada. Gajah Mada menginginkan pernikahan sebagai bentuk takluk terhadap Majapahit, Sunda menolak. Perbedaan pendapat ini berbuah pada konflik yang menewaskan seluruh rombongan Kerajaan Sunda. Gajah Mada kemudian mengundurkan diri dari jabatan mahapatih, meskipun aktif lagi beberapa tahun kemudian.
Pada masa kekuasaannya, Hayam Wuruk juga mengunjungi beberapa wilayah kekuasaannya, yang dicatatkan dalam kitab Nagarakrtagama. Perjalanan ini dimulai dari Pajang (1351), Lasem (1354), Pantai Selatan (1357), Lumajang (1359), Tirib dan Sempur (1360), Blitar (1361), dan Simping (1363). Pada akhir kunjungan ini, Hayam Wuruk mengunjungi Gajah Mada yang dikabarkan tengah sakit yang kemudian wafat pada tahun 1364. Kehilangan besar bagi Majapahit, yang baru digantikan oleh Gajah Enggon menjadi Patih Amangkubhumi tiga tahun kemudian. Hayam Wuruk masih memerintah sampai dengan 1389 ketika wafat, dan digantikan oleh menantunya Wikramawarddhana.
5. Wikramawarddhana dan Pergantian Singkat Kekuasaan Majapahit
Wikramawarddhana atau Bhre Hyang Wisesa adalah keponakan sekaligus menantu Hayam Wuruk yang kawin dengan Kusumawarddhani. Meskipun seharusnya Kusumawarddhani yang menjadi raja, karena ia adalah putri mahkota Majapahit. Wikramawarddhana sendiri memerintah selama dua belas tahun (1389-1400), dan kemudian mengundurkan diri untuk menjadi pendeta. Suhita, putranya ditunjuk untuk menggantikannya.
Keputusan ini langsung menimbulkan sengketa antara Wikramawarddhana dan Bhre Wirabhumi hingga terjadi peperangan. Perang ini bahkan dicatat dalam berita Cina Dinasti Ming, serta catatan perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Bhre Wirabumi terbunuh, dan Suhita dapat kembali bertahta sampai dengan wafat tahun 1447. Suhita digantikan oleh adiknya Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya karena tidak memiliki putra. Kertawijaya wafat pada tahun 1451, kemudian digantikan oleh Bhre Pamotan bergelar Sri Rajasawarddhana yang kemudian memindahkan kedudukannya di Keling-Kahuripan karena kondisi pusat kerajaan yang masih dikacaukan oleh perseteruan keluarga yang sebelumnya.
6. Girindrawarddhana, Raja-Raja Terakhir Majapahit
Dyah Suryawikrama Girindrawarddhana menaiki tahta kerajaan setelah tiga tahun Majapahit mengalami kekosongan kekuasaan (interregnum). Ia adalah anak dari Kertawijaya yang sebelumnya memerintah daerah Wengker, memerintah selama sepuluh tahun sebelum digantikan oleh putranya Bhre Pandan Salas/Dyah Suryaprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Konflik kemudian kembali muncul ketika Bhre Kertabhumi menyerbu Majapahit untuk mengambil kekuasaan. Kertabhumi adalah putra bungsu Rajasawarddhana. Bhre Pandan Salas kemudian menyingkir ke Daha dan memerintah sampai 1474. Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya menggantikannya namun berkedudukan di Keling, karena pusat kerajaan masih dikuasai oleh Kertabhumi.
- Masa Kejayaan
Masa Kejayaan Majapahit berada pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, terutama ketika Hayam Wuruk masih dibantu oleh Gajah Mada sebagai mahapatih (1350-1357). Pada masa ini cakrawala mandala Majapahit mencakup wilayah yang sangat luas. Menjangkau Tumasik, Semenanjung, hingga Nusantara Timur. Pada masa Hayam Wuruk juga ditingkatkan kesejahteraan masyarakat meliputi perbaikan irigasi, pembukaan tanah pertanian, dan pembuatan bendungan. Hayam Wuruk pada masa kekuasaannya juga mengunjungi wilayah-wilayah di sekitar pusat kekuasaan Majapahit untuk memastikan kehidupan masyarakat berlangsung dengan baik.
- Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Beberapa pendapat menyatakan bahwa Majapahit telah runtuh sejak tahun 1478, ketika Ranawijaya menjadi raja namun tetap berkedudukan di Keling-Kahuripan (Kadiri). Sementara Kertabhumi yang menduduki Majapahit tidak tercatat mengangkat diri sebagai raja Majapahit. N.J. Krom berpendapat bahwa Wangsa Girindra adalah keluarga baru dari Kadiri yang merebut Majapahit dari Wangsa Rajasa.
Di sisi lain, berita Dinasti Ming masih mencatat hubungan antara Cina dan Jawa sampai dengan tahun 1499. Rui de Brito, Gubernur Portugis di Malaka pada tahun 1514 bersurat pada Raja Manuel bahwa ada dua raja kafir di Jawa yaitu Sunda dan Jawa. Kemudian Duarte Barbosa, penulis Italia yang menyatakan bahwa tahun 1518 ada raja kafir yang berkuasa di Jawa.
Kedua tulisan ini menyimpulkan bahwa sampai dengan abad ke XVI kerajaan Majapahit masih ada. Meskipun beberapa saat kemudian, beredar nama Pati Unus sebagai penguasa Jawa. Pati Unus adalah penguasa kerajaan Demak (1518-1521). Hal ini dapat dipahami sebagai luluh lantaknya kekuasaan Majapahit dalam ekspansi Demak pada tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat lain, berkuasanya Demak tidak lain adalah lanjutan dari sengketa antara Kertabhumi dan Ranaijaya. Karena dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, Raden Patah menyatakan keturunan dari Prabu Brawijaya Kertabhumi.
- Peninggalan Kerajaan Majapahit
1. Situs Trowulan
Trowulan adalah kawasan kepurbakalaan di wilayah Mojokerto, Jawa Timur. Situs ini dikaitkan sebagai keraton Majapahit yang terdiri atas beberapa bangunan penting seperti Candi Tikus, Gapura Bajang Ratu, Makam Troloyo, Candi Menak Jingga, Kolam Segaran, dan beberapa bangunan lainnya yang dicitrakan sebagai kediaman mewah yang hanya dihuni oleh bangsawan.
2. Candi (Sukuh, Cetho, & Jabung)
Majapahit memiliki banyak peninggalan Candi yang dianggap sebagai bentuk penegasan eksistensi dan keperluan upacara keagamaan. Misalnya Candi Sukuh (1437), Candi Cetho, dan Candi Jabung.
3. Kitab (Sutasoma, Nagarakrtagama, Pararaton)
Kerajaan Majapahit memiliki bangsawan-bangsawan kerajaan yang mencatat segala peristiwa yang terjadi. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh bangsawan Cina yang mencatat setiap aktivitas kerajaan untuk keperluan meninggalkan sejarah dan membangun citra yang baik dari setiap masa. Sutasoma dan Arjunawiwaha (Mpu Tantular), Nagarakrtagama (Mpu Prapanca), dan Pararaton adalah kitab-kitab terkemuka yang muncul pada masa kerajaan Majapahit.
4. Arsitektur
Sumbangsih yang berkelanjutan dari Majapahit adalah tetap adanya model arsitektur pendopo, bangunan atap susun, dan komplek keraton-masjid-lapangan-pasar meskipun kerajaan yang eksis setelah Majapahit bercorak Islam. Keraton Demak, Masjid Kudus, dan Keraton Kasepuhan Cirebon adalah contoh bangunan kerajaan Islam yang muncul dengan model arsitektur Hindu-Majapahit.
5. Legitimasi Politik
Tidak sedikit bangsawan setelah era Majapahit melegitimasikan kekuasannya sebagai keturunan Majapahit. Raden Patah mengklaim sebagai keturunan dari Prabu BraRaden Wijaya Kertabhumi, yang berhasil merebut kota Majapahit dari Prabu RanaRaden Wijaya. Sementara Gerakan nasionalisme Indonesia juga merujuk pada kejayaan Majapahit dan SriRaden Wijaya. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dirujuk dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
PERPECAHAN YUGOSLAVIA
Kosovo menyatakan kemerdekaannya pada 17 Februari 2008. Sebanyak 100 lebih negara sudah mengakui kemerdekaan ini, namun beberapa masih menolak. Indonesia, bersama RRC dan Rusia masih belum mengakui Kosovo sebagai sebuah negara. Kosovo sendiri dianggap masih sebagai bagian tak terpisahkan dari Republik Serbia. Meski keadaan berlangsung tertib dan aman, konflik besar bisa saja meletus di wilayah yang beribukota di Pristina.
Senin, 01 Februari 2021
PEMERINTAHAN MILITER JEPANG DI INDONESIA
Angkatan perang Jepang mulai menyusun pemerintahan pendudukan di Indonesia untuk memantapkan, mengukuhkan serta memperlancar kekuasaan pendudukan militernya. Jika pada zaman Hindia Belanda hanya ada satu pemerintahan sipil saja, yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), maka pada masa peralihan kekuasaan kepada tentara Jepang di Indonesia terdapat tiga daerah pendudukan militer Jepang yaitu:
1. Pemerintah pendudukan militer Angkatan Darat (Rikugun) dari Tentara Keduapuluhlima untuk Sumatra, yang berpusat di Bukit Tinggi
2. Pemerintah pendudukan militer Angkatan Darat (Rikugun) dari Tentara Keenambelas yang berpusat di Jakarta untuk Pulau Jawa dan Madura
3. Pemerintah pendudukan militer Angkatan Laut (Kaigun) dari Armada Selatan Kedua untuk daerah-daerah yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil yang berpusat di Makassar.
Pembagian wilayah tersebut secara resmi dimulai pada tanggal 8 Maret 1942, saat pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Jabatan Gubernur Jenderal pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang berkuasa di wilayah Hindia Belanda digantikan oleh panglima-panglima angkatan perang Jepang di ketiga wilayah tersebut. Walaupun demikian Jepang tetap mempertahankan dan meneruskan pemerintahan sipil yang lama beserta pegawai-pegawainya. Hal tersebut dimaksudkan agar roda pemerintahan dapat berjalan terus tanpa hambatan, dan juga kekacauan dapat dicegah atau dibatasi.Bagan pemerintahan militer jepang di IndonesiaPada bulan Agustus 1942 pemerintahan sementara dihapus dan dibentuk struktur pemerintahan yang lebih besar dari Staf Administrasi Jepang. Sebuah pemerintahan yang disebut Gunshireikan dibentuk dan diduduki oleh kepala Staf Angkatan Darat Keenambelas. Pada tanggal 1 September 1943 Gunshireikan berubah nama menjadi Saiko Shikikan. Tugas Saiko Shikikan dibantu oleh pejabat di bawahnya yaitu Gunseikan (Kepala Perintahan Militer) yang dirangkap oleh kepala staf tentara.5Gunseikan di Pulau Jawa dibagi menjadi tiga yaitu di Jawa Barat yag berpusat di Bandung, Jawa Tengah yang berpusat di Semarang dan Jawa Timur yang berpusat di Surabaya. Mayjen Seizaburo Okazaki adalah Gunseikan pertama yang bertugas membentuk pemerintahan militer di Jawa. Staf pemerintahan militer pusat disebut Gunseikanbu. Ada lima bu (semacam departemen) yang terdapat di Gunseikanbu yaitu Somubu (Departemen Urusan Umum), Zaimubu (Departemen Keuangan), Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri dan Kerajinan Tangan), Katsubu (Departemen Lalu Lintas) dan Shihabu (Departemen Kehakiman). Koordinator dari pemerintah militer setempat dari tiap-tiap departemen disebut Gunseibu.
Berakhirnya pemerintahan sementara Jepang bertepatan dengan dikeluarkannya Osamu Seirei No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan undang-undang No. 28 tentang aturan pemerintahan syu dan tokubetsu syi. Undang-undang tersebut menjelaskan struktur pemerintahan lokal, bahwa provinsi dihapuskan dan sebaliknya karesidenan yang jumlahnya 16 dihidupkan kembali. Tokubetsu syi digunakan untuk sebutan daerah khusus Jakarta sedangkan syudigunakan untuk sebutan karesidenan-karesidenan di Indonesia yang kepala pemerintahannya disebut shuchokan. Jabatan shuchokan umumnya dipegang oleh orang Jepang, dan di setiap kantor syu terdapat 10-15 pegawai Jepang yang bekerja di bawah pimpinannya.Di bawah pemerintahan syu terdapat kabupaten yang disebut ken, dipimpin oleh seorang kucho yang berasal dari penduduk Indonesia. Strata di bawah ken adalah kawedanan yang disebut gun yang dipimpin oleh seorang guncho. Unit pemerintahan terendah adalah kecamaan yang disebut son dan dipimpin oleh seorang soncho. Berdasarkan Osamu Seirei No.28 yang dikeluarkan pada 7 Agustus 1942, pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 16 syuu. Daerah Jawa Barat dibagi menjadi 5 suu, Jawa Tengah 5 syu, dan Jawa Timur 6 syu. Pembagian 5 syu di Jawa Tengah tidak termasuk daerah Yogyakarta dan Surakarta, karena Surakarta dan Yogyakarta merupakan wilayah kerajaan yang sangat diistimewakan oleh Jepang.Secara umum stuktur pemerintahan Jepang di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Pemerintah Jepang hanya berupaya untuk merubah nama wilayah administratif dan nama-nama pejabat ke dalam bahasa Jepang. Upaya Jepang tersebut terlihat dalam pengukuhan status istimewa Surakarta dan Yogyakarta dengan nama Surakarta Kochi dan Yogyakarta Kochi, yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut dengan Vorstenlanden (wilayah raja-raja). Penguasaan daerah Kochi tersebut mendapat sebutan Ko, yaitu Surakarta Ko, Mangkunegaran Ko, Yogyakarta Ko, dan Paku Alam Ko.
KERAJAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA BAGIAN 2
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Mataram diperkirakan berdiri selama 196 tahun dan memiliki 17 orang Raja. Raja memiliki gelar khusus seperti narapati yang berarti manusia yang memimpin, sri maharaja yang berasal dari bahasa Sanskerta, rakai dan abhiseka yang semuanya berasal dari India. Raja pertama Mataram adalah Ratu Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno sedang sibuk melakukan perang dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Menurut Prasasti Canggal, Raja Sanjaya adalah pendiri Mataram Kuno. Ia pun membahas tentang Lingga, yang merupakan lambang dari Dewa Siwa. Sehingga, agama yang dianut pada masa itu adalah Hindu Siwa. Sedangkan dalam Prasasti Balitung, diceritakan nama-nama Raja yang memerintah saat masa Kerajaan Dinasti Sanjaya.
Lokasi kerajaan kemungkinan berada di sekeliling pegunungan atau sungai yang di sebelah utaranya terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro. Sementara itu di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu. Lalu, di sebelah timur terdapat Gunung Lawu.
Berikut adalah beberapa candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang dipilah berdasarkan candi Hindu dan Buddha.
Candi Hindu
- Candi Gatotkaca
Lokasinya berada di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Tepatnya di sebelah barat kompleks Candi Arjuna, tepi jalan menuju Candi Bima. Nama Gatotkaca diambil dari tokoh pewayangan di cerita Mahabarata. - Candi Arjuna
Candi Arjuna memiliki bentuk yang mirip dengan candi di kompleks Gedong Songo. Bentuk umumnya adalah persegi dengan luas kurang lebih 4 meter kubik. - Candi Bima
Candi Bima ditemukan di Desa Dieng Kulon, Kec. Batur, Kab, Banjarnergara, Jawa Tengah. Candi ini berada di kompleks Candi paling selatan. Bentuknya memiliki emiripan dengan arsitektur beberapa candi di India. Bagian atap hampir sama dengan shikara yang berbentuk seperti mangkuk terbalik. Di bagian atap ini juga ditemukan relung dan relief kepala yang disebut Kudu. - Candi Puntadewa
Candi ini terletak di kompleks candi Arjuna, Dieng. Dimensi Candi ini berukuran kecil namun memiliki panjang bangunan yang - Candi Semar
Candi Semar terletak di hadapan candi Arjuna. Bentuknya persegi dan membujur ke arah utara-selatan. - Candi Prambanan
Merupakan candi yang megah, indah dilengkapi dengan berbagai relief yang cantik. Candi ini juga terkadang disebut sebagai Candi Rara Jonggrang. Dibangun pada sekitar abad ke-9 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini didedikasikan untuk Trimūrti, sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pengubah.
Candi Buddha
- Candi Mendut
Candi Mendut merupakan candi agama Budha yang dibangun sejaka Mataram Kuno dipimpin oleh Raja Idna dari dinasti Syailendra. Sama seperti Candi Borobudur, Candi ini terletak di Magelang, Jawa Tengah.
Candi Mendut merupakan candi Buddha yang dibangun ketika Mataram Kuno tengah dipimpin oleh Raja Idna. Lokasinya dekat dengan Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah. - Candi Ngawen
Merupakan candi Buddha yang lokasinya berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8. - Candi Pawon
Candi ditemukan di Magelang, Jawa Tengah. Candi ini berada dalam satu garis lurus dengan Candi Borobudur dan Candi Mendut jika di lihat dari atas. - Candi Borobudur
Merupakan Candi peninggalan Mataram Kuno yang paling terkenal dan telah mendunia. Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Selain candi, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa prasasti yang menjadi sumber sejarah utama lainnya dari kerjaan ini. Berikut adalah beberapa prasasti peninggalan kerajaan Mataram Kuno
- Prasasti Sojomerto (Abad ke-7)
Prasasti berbahasa Melayu Kuno, ditemukan di desa Sojomerto, kabupaten Pekalongan. Isi Prasasti menjelaskan bahwa Syailendra merupakan penganut agama Budha.
- Prasasti Canggal (732 M)
Berbentuk Candrasangkala, ditemukan di Gunung Wukir, Desa Canggal. Isi prasasti menyatakan peringatan pembuatan Lingga di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya.
- Prasasti Kalasan (778 M)
Prasasti ini menggunakan aksara pranagari (dari India Utara) dalam bahasa Sansekerta, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta. Isi dari prasasti ini adalah mengenai kabar Raja Syailendra yang membujuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara yang merupakan vihara bagi para pendeta Buddha.
- Prasasti Kelurak (782 M)
Prasasti Kelurak ditemukan di desa Prambanan. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pembangunan arca Manjusri sebagai wujud sang Budha, Dewa Wisnu dan Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan mengenai Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya sebagai raja yang berkuasa saat itu.
- Prasasti Ratu Boko (856 M)
Prasasti menceritakan tentang kekalahan Balaputradewa dalam perang melawan kakaknya yaitu Rakai Pikatan atau Pramodhawardani dalam perebutan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno.
- Prasasti Mantyasih (907 M)
Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah. Prasasti berisi silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Baliti, yakni Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Warak, Rakai Panunggalan, Rakai Garung, Rakai Watuhmalang, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi dan Rakai Watukara Dyah Balitung.
SOAL PENILAIAN AKHIR TAHUN (SEMESTER GENAP) SEJARAH INDONESIA KELAS XI
1) Untuk menguasai kawasan Asia Pasifik Jepang menyerang pangkalan Amerika, dikawasan Asia Pasifik. Peristiwa penyerangan Jepang terhadap pa...
-
Angkatan perang Jepang mulai menyusun pemerintahan pendudukan di Indonesia untuk memantapkan, mengukuhkan serta memperlancar kekuasaan pendu...
-
Hampir satu abad, Yugoslavia mampu mempertahankan kesatuannya sebagai sebuah pemerintahan yang mencakup negara-negara Slavia Selatan. Kesepa...
-
Setelah masa penjajahan Belanda, rakyat Indonesia kembali dijajah oleh “Saudara Tua” yaitu Jepang. Dengan kekuatannya, Jepang berhasil mengu...