1. KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri di daerah Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan bercorak hindu pertama di Nusantara.
Kerajaan KUTAI
Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi, ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah Yupa (prasasti berupa tiang batu) yang ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang berasal dari India yang sudah mengenal Hindu. Yupa mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai prasasti, tiang pengikat hewan untuk upacara korban keagamaan, dan lambang kebesaran raja.
Kerajaan Kutai memiliki tradisi melakukan upacara-upacara ditempat suci. Terbukti dengan adanya prasasti yang disebut Yupa atau batu tertulis. Tulisan yang terdapat dalam Yupa menggunakan huruf Pallawa, bahasa Sanskerta. Yupa merupakan tugu peringatan upacara kurban. Dalam suatu prasasti terdapat kata vaprakecvara yang berarti lapangan luas untuk pemujaan. Vaprakecvara berkaitan erat dengan agama Siwa, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kutai menganut agama Siwa.
Kerajan Kutai Mulawarman (Martadipura) didirikan oleh pembesar kerajaan Campa (Kamboja) bernama Kudungga, yang selanjutnya menurunkan Raja Asmawarman, Raja Mulawarman.Kerajaan Kutai juga diperkirakan menjadi tempat singgah jalur perdagangan internasional melewati Selat Makassar, melewati Filipina dan Cina. Sehingga sumber perekonomian kerajaan Kutai berasal dari kegiatan perdagangan.
Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :
- Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya.
- Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan.
- Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.
- Masyarakat Kutai juga adalah masyarakat yang respon terhadap perubahan dankemajuan budaya.
- Hal ini dibuktikan dengan kesediaan masyarakat Kutai yangmenerima dan mengadaptasi budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan, kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.Kerajaan. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan bercorak Hindu-Budha tertua di Jawa. Kerajaan ini diperkirakan berlangsung sejak abad ke-4 sampai dengan abad ke-7 Masehi. Berbeda dengan kerajaan tertua seperti Kutai, Tarumanegara meninggalkan lebih banyak peninggalan arkeologis. Hal ini membantu para ahli untuk memperkirakan bagaimana kehidupan masyarakat dan luasnya pengaruh Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara terletak tidak jauh diantara pantai utara Jawa Barat. Diperkirakan wilayah kerajaan Tarumanegara itu meliputi daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon. Kerajaan ini mulai berkembang pada abad ke-5 M, di bawah kekuasaan Raja Purnawarman. Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu, Raja Purnawarman membuat pembangunan irigasi dengan cara menggali saluran sungai kurang lebih sepanjang 6.122 tumbak (11 km), yang kemudian disebut sebagai Sungai Gomati.
Seluruh prasasti-prasasti yang diduga merujuk pada peninggalan kerajaan Tarumanegara hanya menunjukkan Purnawarman sebagai raja yang berkuasa. Menurut Prasasti Tugu, raja Purnawarman memberikan persembahan 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Pusat kekuasaannya diperkirakan ada di Bekasi sampai dengan Karawang. Di mana Purnawarman mendirikan ibukota bernama Sundapura. Hal ini dibuktikan dari adanya kompleks Candi Batujaya dan kompleks Cibuaya. Beberapa sumber menyatakan adanya hubungan perdagangan dengan kerajaan Ho-Ling.
Ditinjau dari segi sosial, masyarakat Tarumanegara terbagi atas tiga agama. Agama Hindu, Buddha, dan agama asli. Agama Hindu yang kental dengan sistem kasta, sehingga agama hindu hanya terbatas pada kalangan keraton yang masuk dalam kasta brahmana dan ksatria. Sementara masyarakat kebanyakan masih mempergunakan agama asli nenek moyang. Kondisi yang sama dengan hampir seluruh kerajaan hindu-buddha di nusantara. Beberapa prasasti seperti Tugu, Ciaruteun, dan Jambu dinyatakan bahwa keluarga keraton Tarumanegara merupakan penganut Hindu yang taat.
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke-7 Masehi, terhitung kurang lebih tiga abad berdiri kerajaan ini kemudian runtuh. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan runtuhnya Tarumanegara,yaitu serarnag dari kerajaan sriwijaya dan
Pecahnya Tarumanegara menjadi Sunda dan Galuh.
Peninggalan Tarumanegara
- Prasasti Ciaruteun, berisi tapak kaki Purnawarman dan pernyataan kekuasaannya di wilayah tersebut (Sungai Cisadane dan Ciaruteun)
- Prasasti Tugu, bercerita mengenai penggalian sungai Candrabagha dan Gomati
- Prasasti Jambu. Berisi pujian terhadap Purnawarman yang disamakan dengan dewa Indra
- Prasasti Telapak Gajah, berisi kaki gajah perang Purnawarman yang dinamai Airawata seperti halnya gajah perang dewa Indra
- Prasasti Cidanghiyang atau Munjul, berisi puja-puji kepada Purnawarman
- Prasasti Kebon Kopi
- Prasasti Pasir Muara
- Prasasti Pasir Awi
- Prasasti Muara Cianten
- Candi (Batujaya & Cibuaya)